Pernahkah km berpikir betapa sulitnya menjalani hubungan seperti ini.
Memang ini keputusanku untuk bertahan.
Tapi terkadang muncul begitu banyak pikiran yang memberatkan hati ini untuk terus menjadi tegar.
Pernahkah kamu mengalaminya?
Aku sedikit bersyukur memiliki orang-orang yang selalu memberi dukungan atas apa yang aku jalani sekarang.
Orang-orang yang selalu menemani disaat bahagia atau terpuruk sekalipun.
Mereka selalu ada, bahkan tanpa aku minta sekalipun.
Orang-orang yang menggantikan posisimu.
Ada saat dimana aku sangat membutuhkanmu.
Berharap peran mereka bisa digantikan olehmu dalam beberapa waktu.
Aku tau, jika terus berpikir seperti ini
Aku telah menjadi orang yang egois
Yang tidak mengerti dan memahami keadaanmu
Keadaan yang mungkin lebih buruk dari yang biasa aku rasakan disini.
Tulisan ini aku buat hanya karena aku merindukan sosokmu disisiku
Merindukan candaan hangat yang tanpa kau sadari mampu membuat aku merasa lebih baik disaat saat seperti ini.
Yaa, aku hanya merindukanmu
Itu saja :)
Dunia tidak hanya hitam dan putih, melainkan penuh dengan warna-warna yang akan selalu menghiasi hidup ini.
Jumat, 25 Oktober 2013
Rabu, 09 Oktober 2013
Untuk kita yang memilih bertahan
Jarak, ruang dan waktu.
3 hal ini telah berhasil membuat kita tidak bisa berbuat banyak.
3 hal yang membuat kita tidak bisa saling bersentuhan dan menatap satu sama lain.
3 hal yang membuat rasa rindu yang semakin menggebu antara kita berdua.
3 hal yang berhasil membuat kita berjuang menahan segala hasrat.
Sering terpikir olehku.
Apa yang membuat kita bertahan sampai sejauh ini?
Apa yang dapat kita handalkan dengan keadaan ini?
Haruskah menjalani hubungan yang cukup menyiksa dengan keinginan yang berbatas?
Haruskah menjalani hubungan yang cukup rumit dengan perasaan khawatir yang datang tiap menit?
Sampai saat ini kita masih belajar memahami apa itu cinta, bagaimana kekuatannya mampu membuat kita bertahan.
Jika jarak, ruang dan waktu ini tidak ada, mungkin tak akan ada air mata dan kata rindu yang berulang kali terucap ketika hanya tulisan dan suara yang mempertemukan kita dalam jarak dan ruang yang berbatas ini.
Tapi hal ini dapat kita atasi jika kita masih mengingat dan menyebut nama yang sama dalam setiap doa.
Rasa rindu, resah, gelisah, rasa ragu, dan rasa cemburu hanyalah bagian yang membuat hubungan ini manis untuk dirasakan, dijalani dan dikenang suatu hari nanti.
Semua tidak akan terasa sulit jika kita sama-sama memperjuangkan rasa yang kita miliki.
Jarak, ruang, dan waktu hanyalah sebatas angka yang memisahkan raga ini, namun sejauh kita mampu bertahan mereka tak akan bisa memisahkan hati yang telah terpaut ini.
Karena selama kita masih berada dalam satu planet yang sama, selama kita masih melihat bulan yang sama, dan disinari matahari yang sama , Maka pertemuan aku dan kamu masih sangat mungkin terjadi.
Untuk kita yang masih berjuang mempertahankan cinta yang sama...
3 hal ini telah berhasil membuat kita tidak bisa berbuat banyak.
3 hal yang membuat kita tidak bisa saling bersentuhan dan menatap satu sama lain.
3 hal yang membuat rasa rindu yang semakin menggebu antara kita berdua.
3 hal yang berhasil membuat kita berjuang menahan segala hasrat.
Sering terpikir olehku.
Apa yang membuat kita bertahan sampai sejauh ini?
Apa yang dapat kita handalkan dengan keadaan ini?
Haruskah menjalani hubungan yang cukup menyiksa dengan keinginan yang berbatas?
Haruskah menjalani hubungan yang cukup rumit dengan perasaan khawatir yang datang tiap menit?
Sampai saat ini kita masih belajar memahami apa itu cinta, bagaimana kekuatannya mampu membuat kita bertahan.
Jika jarak, ruang dan waktu ini tidak ada, mungkin tak akan ada air mata dan kata rindu yang berulang kali terucap ketika hanya tulisan dan suara yang mempertemukan kita dalam jarak dan ruang yang berbatas ini.
Tapi hal ini dapat kita atasi jika kita masih mengingat dan menyebut nama yang sama dalam setiap doa.
Rasa rindu, resah, gelisah, rasa ragu, dan rasa cemburu hanyalah bagian yang membuat hubungan ini manis untuk dirasakan, dijalani dan dikenang suatu hari nanti.
Semua tidak akan terasa sulit jika kita sama-sama memperjuangkan rasa yang kita miliki.
Jarak, ruang, dan waktu hanyalah sebatas angka yang memisahkan raga ini, namun sejauh kita mampu bertahan mereka tak akan bisa memisahkan hati yang telah terpaut ini.
Karena selama kita masih berada dalam satu planet yang sama, selama kita masih melihat bulan yang sama, dan disinari matahari yang sama , Maka pertemuan aku dan kamu masih sangat mungkin terjadi.
Untuk kita yang masih berjuang mempertahankan cinta yang sama...
Jumat, 13 September 2013
back ot the past
Dan pada akhirnya terjatuh ke tangan orang yang sama.
Luluh lagi dan lagi.
Karma bersamanya belum usai.
Mungkin masih banyak hal yang harus dilalui.
Entah itu karma baik atau buruk.
Hati emang gabisa dibohongi.
Seberapapun sakit yang dirasakan dulu, kalah dengan perasaan yang terlalu kuat.
Hingha akhirnya memilih untuk kembali merangkai cerita yang sempat pudar.
Merangkai gelas yang pecah!
Terasa sedikit sulit untuk menyusun dan membuat gelas menjadi utuh kembali.
Perlu kesabaran dan perjuangan yang cukup besar.
Harus disadari gelas yang telah pecah akan tetap terlihat sedikit retak
Dia tidak akan bisa sempurna seperti semula
Walau demikian dia tetaplah sebuah gelas yang pada akhirnya mampu membantu melepaskan dahaga.
Sangat berharap kali ini bisa lebih baik dari sebelumnya.
Berharap gelas bisa utuh selamanya.
Wah♡
Luluh lagi dan lagi.
Karma bersamanya belum usai.
Mungkin masih banyak hal yang harus dilalui.
Entah itu karma baik atau buruk.
Hati emang gabisa dibohongi.
Seberapapun sakit yang dirasakan dulu, kalah dengan perasaan yang terlalu kuat.
Hingha akhirnya memilih untuk kembali merangkai cerita yang sempat pudar.
Merangkai gelas yang pecah!
Terasa sedikit sulit untuk menyusun dan membuat gelas menjadi utuh kembali.
Perlu kesabaran dan perjuangan yang cukup besar.
Harus disadari gelas yang telah pecah akan tetap terlihat sedikit retak
Dia tidak akan bisa sempurna seperti semula
Walau demikian dia tetaplah sebuah gelas yang pada akhirnya mampu membantu melepaskan dahaga.
Sangat berharap kali ini bisa lebih baik dari sebelumnya.
Berharap gelas bisa utuh selamanya.
Wah♡
Senin, 27 Mei 2013
notitle
Sebenarnya
kamu telah memberiku ruang untuk melepaskan diri,
tapi
aku terlalu kuat berpegangan padamu dan tak ingin melepaskanmu.
Aku
terlalu takut untuk berjalan sendiri,
terlalu
takut tidak bisa menangkap dan memegangmu lagi.
Walau
sesunguhnya dengan memegangmu, aku tidak mendapatkan apapun.
Tidak
mendapatkan perlindungan yang aku inginkan,
tapi
entah kenapa, aku masih saja tetap berpegangan padamu
Meskipun
aku tahu dengan berpengan padamu, hanya rasa lelah yang aku dapatkan.
Lelah
karena mencengkrammu terlalu kuat.
Kini
aku akan belajar untuk melepaskan pegangan ini.
Aku
akan belajar membuat diriku kuat berdiri sendiri tanpa berpegangan lagi padamu.
Aku
yakin bisa, yaa semoga bisa..
Hanya
satu harapanku,
Entah
kapanpun itu, semoga saja aku masih bisa untuk sekedar menyentuhmu.
Rabu, 01 Mei 2013
Bodoh!
Sudah hampir 10 tahun kita tidak pernah lagi bertegur sapa
Sesungguhnya aku sangat ingin, tapi egoku terlalu tinggi
Sekedar tersenyum padamu pun aku masih tidak mau melakukannya
Begitupun kamu, kamu memilih melakukan hal yang sama denganku
Diam dan tetap pada egomu
Apakah selamanya kita akan seperti ini?
Apakah selamanya kamu akan menjadi musuh sekaligus cinta pertamaku?
Entahlah....
Untuk saat ini aku masih berpegang pada egoku yang tinggi itu
Aku terlalu munafik untuk memulai memecah keheningan diantara kita
Mungkin esok, lusa, bulan depan, tahun depan, atau tahun-tahun berikutnya aku kan melakukannya
Mungkin...
Sesungguhnya aku sangat ingin, tapi egoku terlalu tinggi
Sekedar tersenyum padamu pun aku masih tidak mau melakukannya
Begitupun kamu, kamu memilih melakukan hal yang sama denganku
Diam dan tetap pada egomu
Apakah selamanya kita akan seperti ini?
Apakah selamanya kamu akan menjadi musuh sekaligus cinta pertamaku?
Entahlah....
Untuk saat ini aku masih berpegang pada egoku yang tinggi itu
Aku terlalu munafik untuk memulai memecah keheningan diantara kita
Mungkin esok, lusa, bulan depan, tahun depan, atau tahun-tahun berikutnya aku kan melakukannya
Mungkin...
Rabu, 10 April 2013
if one day...
if one day
you feel like crying, call me
I don't promise that
I will make you laugh
But I can cry with you.
If one day you want to run away
Don't be afraid to call me.
I don't promise to ask you to stop,
But I can run with you.
If one day you don't want to listen to anyone , call me
i promise to be there for you
but i also promise to remain quiet
I don't promise that
I will make you laugh
But I can cry with you.
If one day you want to run away
Don't be afraid to call me.
I don't promise to ask you to stop,
But I can run with you.
If one day you don't want to listen to anyone , call me
i promise to be there for you
but i also promise to remain quiet
But
If one day you call
and there is no answer
come fast to see me
Perhaps I need you, cause you are my everything :)
(Robert J. Lavery)
Senin, 18 Maret 2013
Rahajeng Nyanggra Rahina Galungan :)
2.1 Pengertian
dan Tujuan Hari Raya Galungan
Galungan pada awalnya adalah nama sebuah wuku, yaitu wuku
kesebelas dari ketiga puluh wuku. Nama lain dari Galungan adalah wuku Dungulan.
Karena pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan atau Galungan dijadikan sebagai hari
raya, maka hari raya tersebut disebut hari raya Galungan.
Hari raya Galungan dilaksanakan setiap enam bulan sekali
yaitu tepatnya pada hari Rabu Kliwon wuku Dungulan. Hari raya Galungan
dirayakan sebagai Pewedalan Jagat
atau Oton Gumi, karena pada hari ini
umat Hindu Indonesia menghaturkan rasa bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atas terciptanya dunia dengan segala isinya. Umat Hindu merasa bersyukur
karena Ida Sang Hyang Widhi telah beryadnya, telah menciptakan alam dengan
segala manifestasinya.Hari raya Galungan juga sering disebut dengan hari
kemenangan, yang sekaligus diperingati sebagai hari kemerdekaan.Kemenangan yang
terus bermakna kemerdekaan jiwa manusia.Kemenangan kebenaran dari kelaliman.Hari
menyerah, kalahnya musuh-musuh manusia.
Seperti diketahui bahwa 3 hari sebelum hari raya Galungan
yaitu tepatnya sejak hari Minggu Paing wuku Dungulan, manusia telah mulai
digoda oleh Butha Kala Tiga. Butha Kala
Tiga itu adalah Sang Butha Galungan,
Sang Butha Dungulan, dan Sang Butha Amangkurat.Ketiga Butha Kala itulah
yang hendak menggoda kekuatan sradha
manusia dalam menyongsong, menyambut, dan merayakan hari raya Galungan serta
hari-hai selanjutnya.Untukmenetralisir Sang Hyang Wisesa yang berwujud sebagai Bhatara Kala (Bhatara Galungan) maka
dibuatkanlah sesajen untuk para Butha dan Kala itu.
Selain dari itu, pada wuku Dungulan ini berturut-turut tiga
hari juga ditemui Jaya Tiga.Jaya yang berasal dari urat kata ji
(bahasa Sansekerta) berarti menang.Dari pengertian tersebut memang seharusnyalah
Kala itu ditaklukkan dengan usaha mencapai kejayaan.Maka dari itulah hari raya
Galungan disebut dengan hari kemenangan yang diistilahkan oleh Mpu Sedah dengan
dungulaning
parangmukha yaitu hari menyerah-kalahnya musuh-musuh manusia.
Demikianlah pada setiap hari raya Galungan umat Hindu
Indonesia membuat suatu persembahan dan melaksanakan persembahyangan guna
mengucapkan rasa syukur dan terima kasih atas anugerah dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
2.2 Makna
Filosofis Galungan
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang
artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang
juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut wuku
Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut wuku Dungulan.Namanya
berbeda, tapi artinya sama saja. Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara
ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama, yaitu
manis.
Dalam Buku Yadnya dan Bhakti, Ketut Wiana dijelaskan bahwa Galungan
adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu
membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi
atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia.Selain itu juga
memberi kemampuan untuk membeda-bedakan kecendrungan keraksasaan (asura sampad)
dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad).Harus disadari bahwa hidup yang
berbahagia atau ananda adalah hidup
yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan.
Galungan juga merupakan salah satu upacara agama Hindu untuk
mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi
Sampad untuk menegakkan dharma melawan adharma.Dalam lontar Sunarigama,
Galungan dan rincian upacaranya dijelaskan dengan mendetail. Mengenai makna
Galungan dalam lontar Sundarigama dijelaskan sebagai berikut:
“Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana
samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep”
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya
mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.
Dari konsepsi lontar Sundarigama inilah didapatkan
kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan menangnya dharma melawan
adharma.Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat
pikiran dan pendirian yang terang.Bersatunya rohani dan pikiran yang terang
inilah wujud dharma dalam diri.Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning
idep) adalah wujud adharma.
2.3 Sejarah
Hari Raya Galungan
Agak sulit untuk memastikan bagaimana asal-usul Hari Raya
Galungan ini. Kapan sebenarnya Galungan dirayakan pertamakali di Indonesia,
terutama di Jawa dan di daerah lain khususnya di Bali. Drs. I Gusti Agung Gede
Putra (mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI) memperkirakan,
Galungan telah lama dirayakan umat Hindu di Indonesia sebelum hari raya itu populer
dirayakan di Pulau Bali, yaitu pada abad IX.Dugaan ini didasarkan pada lontar
berbahasa Jawa Kuna yang bernama Kidung Panji Amalat Rasmi dan Pararato.
Tetapi, kapan tepatnya Galungan itu dirayakan di luar Bali dan apakah namanya
juga sama Galungan, masih belum terjawab dengan pasti.
Ada dua mitologi yang dihubungkan dengan perayaan Galungan
sekaligus dengan peperangannya untuk mencapi kemenangan atau kemerdekaan.Mitologi
pertama adalah peperangan antara raja Mayadanawa dengan Bhatara Indra. Dimana
diceritakan Mayadanawa ini melarang para rakyatnya untuk melaksanakan hari raya
Galungan dan ia berani melawan siapapun yang menentangnya. Kemudian terjadilah
peperangan antara Dewa Indra dengan Mayadanawa.Dimana Bhatara Indra berpegang
pada dharma dan Mayadanawa berpegang pada adharma.Akhirnya Mayadanawa kalah
dengan kematian yang sangat tragis, kepalanya dipenggal, kaki dan tanggannya
dipotong-potong.Untuk memperingati kemenangan itu, Dewa Indra memerintahkan diselenggarakannya
hari raya Galungan.Yang artinya dipenggal atau dielungin.Adapun tujuannya adalah agar seluruh umat tidak mengikuti
ajaran-ajaran sesat dari Mayadanawa.
Mitologi yang kedua adalah Pewarah-warah Bhatari Dhurga kepada Sri Jaya Kasunu. Menurut lontar
Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat,
Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi. Dalam lontar itu
disebutkan :
“Punang aci Galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih
kacatur, tanggal 15, isaka 804.Bangun indria Buwana ikang Bali rajya.”
Artinya:
Perayaan (upacara) Hari Raya Galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu
Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Keadaan Pulau
Bali bagaikan Indra Loka.
Sejak itu Galungan terus dirayakan oleh umat Hindu di Bali
secara meriah. Setelah Galungan ini dirayakan kurang lebih selama tiga abad,
tiba-tiba entah apa dasar pertimbangannya pada tahun 1103 Saka perayaan hari
raya itu dihentikan. Itu terjadi ketika Raja Sri Ekajaya memegang tampuk
pemerintahan.Galungan juga belum dirayakan ketika tampuk pemerintahan dipegang
Raja Sri Dhanadi.Selama Galungan tidak dirayakan, konon musibah datang tak
henti-henti.Umur para pejabat kerajaan konon menjadi relatif pendek.
Ketika Sri Dhanadi mangkat dan digantikan Raja Sri
Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan kembali, setelah
sempat terlupakan kurang lebih selama 23 tahun. Keterangan ini bisa dilihat
pada lontar Sri Jayakasunu.Dalam lontar tersebut diceritakan bahwa Raja Sri
Jayakasunu merasa heran mengapa raja dan pejabat-pejabat raja sebelumnya selalu
berumur pendek.Untuk mengetahui penyebabnya, Raja Sri Jayakasunu mengadakan
tapa brata dan samadhi di Bali yang terkenal dengan istilah Dewa Sraya yang artinya mendekatkan diri
pada Dewa.Dewa Sraya itu dilakukan di
Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih. Karena kesungguhannya melakukan
tapa brata, Raja Sri Jayakasunu mendapatkan pawisik atau "bisikan
religius" dari Dewi Durgha, sakti dari Dewa Siwa. Dalam pawisik itu Dewi
Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena
tidak lagi merayakan Galungan.Karena itu Dewi Durgha meminta kepada Raja Sri
Jayakasunu supaya kembali merayakan Galungan setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai
dengan tradisi yang pernah berlaku.Di samping itu disarankan pula supaya
seluruh umat Hindu memasang penjor pada hari Penampahan Galungan (sehari
sebelum Galungan).Disebutkan pula, inti pokok perayaan hari Penampahan Galungan
adalah melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan
kekuatan negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya.Semenjak Raja
Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan religius itu, Galungan dirayakan lagi dengan
hikmat dan meriah oleh umat Hindu di Bali.
2.4 Perayaan
Hari Raya Galungan
Hakekat dari hari raya Galungan adalah merayakan menangnya
dharma melawan adharmaUntuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan
yang dilakukan sebelum dan setelah Galungan.Sebelum mengarah pada acara puncak
ada baiknya diikuti reruntutan dari persiapan hari raya Galungan.
1. Tumpek Wariga
Pada hari ini umat Hindu melakukan
pemujaan memohon kepada Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa tumbuh-tumbuhan agar
melimpahkan anugrah berupa kesuburan hidup tumbuh-tumbuhan itu sehingga memberi
bunga, daun, buah biji dan umbi yang dapat berguna sebagai sarana upakara dalam
perayaan hari raya Galungan. Tumpek Wariga ini jatuh pada Saniscara Kliwon wuku
Wariga, tepatnya 25 hari sebelum hari raya Galungan.
2. Sugihan
Sugihan merupakan hari pembersihan
atau pesucian.Sugihan terdiri dari 3 tahapan.Pertama, adalah Sugihan Tenten
yang jatuh pada Buda Pon wuku Sungsang.Adapun yang dilaksanakan pada hari ini
adalah melakukan persiapan mengingat hari raya Galungan sudah dekat.Persiapan
–persiapan itu berupa melakukan pembersihan dipura atau sanggah serta bangunan
suci lainnya, mempersiapkan atau membersihkan segala peralatan upacara seperti
wastra, sangku, bokor dan sebagainya.Dengan adanya persiapan ini bisa
mengantisipasi kekukarangan atupun kerusakan sehingga tidak mengganggu jalannya
persembahyangan pada hari raya Galungan.
Kedua, adalah Sugihan Jawa yang jatuh pada Wrespati Wage Sungsang. Kata
Jawa di sini sama dengan Jaba, artinya luar. Sugihan Jawa bermakna menyucikan semesta
( Bhuwana Agung), di luar manusia karena pada hari ini semua Bhatara- Bhatari
turun kedunia diiringi oleh para Pitara dan Roh suci leluhur. Dalam lontar
Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Sugihan Jawa itu merupakan Pasucian
dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu
hari penyucian semua bhatara).Pelaksanaan upacara ini adalah dengan
membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci.Selain
itu dilakukan juga pebersihan secara niskala dengan menghaturkan banten parerebuan.
Ketiga adalah Sugihan Bali yang
jatuh pada Sukra Kliwon wuku Sungsang disebutkan :Kalinggania amretista raga
tawulan (Oleh karenanya menyucikan badan jasmani masing-masing). Karena
itu Sugihan Bali disebutkan menyucikan diri sendiri. Kata bali dalam bahasa
Sansekerta berarti kekuatan yang ada di dalam diri. Dan itulah yang disucikan.Penyucian
dapat dilakukan dengan matirta gocara (malukat) dan baiknya diiringi yoga
samadi serta pesembahyangan guna menghilangkan kekotoran dan pikiran negatif
yang menggoda manusia.
3. Penyekeban
Pada hari Redite Paing wuku Dungulan
disebut dengan Penyekeban atau Panapean. Dalam prakteknya hari ini dilakukan
dengan memeram (sekeb) buah-buahan yang masih mentah agar bias masak pada hari
Galungan nanti serta membuat tape yang dapat digunakan pada Galungan.
Melihat dari kata “sekeb” yang
berarti menyimpan adalah sebagai simbolis agar kita mampu menyimpan dan
mengendalikan hawa nafsu untuk mendapatkan kematangan rohani mengingat pada
hari Penyekeban ini mulai turunnya Sang Hyang Tiga Wisesa yang berwujud Sang Kala Tigayang berwujud Sang Butha Galungan untuk menguji
kekuatan Srada manusia. Oleh karena itu dianjurkan agar umat Hindu waspada
dengan segala godaan serta meningkatkan kesucisn dan pengendalian diri agar
tidak dirasuki kekuatan negatif dari Sang
Butha Galungan tersebut.Karena itulah pada hari tersebut dianjurkan anyekung jñana, artinya: mendiamkan
pikiran agar jangan dimasuki oleh SangButha Galungan. Dalam lontar itu
juga disebutkan nirmalakena (orang
yang pikirannya selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Sang Butha Galungan.
4. Penyajaan
Penyajaan jatuh pada Soma Pon
Dungulan.Pada hari ini umat Hindu membuat jajan yang digunakan sebagai sarana
pelengkap upakara yang dipersembahkan pada hari raya Galungan.
Dilihat dari asal katanya, “jajah”
berarti menaklukkan.Sang Kala Tiga
yang berwujud Sang Bhuta Dungulan
lebih berusaha agar dapat menaklukkan manusia, sebaliknya manusia pun harus
lebih berusaha agar dapat memenangkan, sehingga tidak dijajah.Usaha
meningkatkan kewaspadaan itu adalah dengan mohon perlindungan dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa.Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi
melakukan pemujaan.Dalam lontar disebutkan, "Pangastawaning sang ngamong
yoga samadhi."
5. Penampahan
Penampahan Galungan jatuh pada
Anggara Wage wuku Dungulan. Pada hari ini umat memotong hewan ( nampah) untuk
persiapan hari raya Galungan, terutama untuk membuat caru yang digunakan untuk
menetralisir kekuatan-kekuatan negatif dari Sang
Kala Tiga agar kembali keasalnya. Pada hari ini Sang Butha Amangkurat turun
untuk menguasai dunia dan manusia. Oleh karena itulah pada saat ini menjadi
kewajiban agar umat Hindu menghaturkan banten byakala di halaman rumah, memohon
pembersihan dan penyucian lahir bathin agar roh-roh jahat tidak mengganggu kita
dalam melaksanakan hari raya Galungan. Selain itu umat juga harus menancapkan
penjor sebagai lambang ucapan syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
6. Galungan
Pada hari Buda Kliwon Dungulan
adalah puncak hari raya Galungan yang memperingati hari kemenangan dharma
melawan adharma.Terbebasnya pikiran dari belenggu emosi, hawa nafsu yang
negatif.Pada hari ini Umat Hindu melaksakan persembahyangan dan mempersembahkan
sesajen banten di tempat-tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Setelah hari raya Galungan yaitu
hari Kamis Umanis wuku Dungulan disebut Manis Galungan.Pada hari ini umat
mengenang betapa indahnya kemenangan dharma.Umat pada umumnya melampiaskan
kegembiraan dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan terutama panorama yang
indah dan juga mengunjungi sanak saudara (Dharma Santi) saling kunjung mengunjungi,
maaf memaafkan kepada keluarga, sahabat maupun kenalan lainnya.
7. Pemaridan Guru
Pemaridan Guru jatuh pada Saniscara
Pon wuku Dungulan. Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan
matirta gocara.Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha Dewata.
2.5 Macam-macam
Galungan
Meskipun Galungan itu disebut Rerahinan Gumi artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan
dalam hal perayaannya.Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi
yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis Galungan
yaitu:
1. Galungan (tanpa ada embel-embel)
Galungan adalah hari raya yang wajib
dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma.Berdasarkan
keterangan lontar Sundarigama disebutkan "Buda Kliwon Dungulan ngaran
Galungan."Artinya, Galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon wuku
Dungulan.Jadi Galungan itu dirayakan, setiap 210 hari karena yang dipakai dasar
menghitung Galungan adalah Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku.Jika Panca Waranya
Kliwon, Sapta Waranya Rabu, dan wukunya Dungulan, saat bertemunya ketiga hal itu
disebut Hari Raya Galungan.
2. Galungan Nadi
Galungan yang pertama dirayakan oleh
umat Hindu di Bali berdasarkan lontar Purana Bali Dwipa adalah Galungan Nadi
yaitu Galungan yang jatuh pada sasih Kapat (Kartika) tanggal 15 (purnama) tahun
804 Saka (882 Masehi) atau pada bulan Oktober. Disebutkan dalam lontar itu,
bahwa pulau Bali saat dirayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka.Ini
menandakan betapa meriahnya perayaan Galungan pada waktu itu.Perbedaannya
dengan Galungan biasa adalah dari segi besarnya upacara dan kemeriahannya.
Memang merupakan suatu tradisi di kalangan umat Hindu bahwa kalau upacara agama
yang digelar bertepatan dengan bulan purnama maka mereka akan melakukan upacara
lebih semarak. Misalnya upacara ngotonin atau upacara hari kelahiran
berdasarkan wuku, kalau bertepatan dengan purnama mereka melakukan dengan
upacara yang lebih utama dan lebih meriah.Disamping karena ada keyakinan bahwa
hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa kecemerlangan.Karena itu Galungan, yang
bertepatan dengan bulan purnama disebut Galungan Nadi.Galungan Nadi ini
datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali.
3. Galungan Nara Mangsa
Galungan Nara Mangsa jatuh
bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga.Dalam lontar Sundarigama
disebutkan sebagai berikut: "Yan Galungan nuju sasih Kapitu, Tilem
Galungan, mwang sasih kesanga, rah 9, tenggek 9, Galungan Nara Mangsa
ngaran."Artinya: Bila Wuku Dungulan bertepatan dengan sasih
Kapitu, Tilem Galungannya dan bila bertepatan dengan sasih Kesanga rah 9,
tenggek 9, Galungan Nara Mangsa namanya. Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala
ada menyebutkan hal yang hampir sama sebagai berikut: "Nihan Bhatara ring Dalem
pamalan dina ring wong Bali, poma haywa lali elingakna. Yan tekaning sasih
Kapitu, anemu wuku Dungulan mwang tilem ring Galungan ika, tan wenang ngegalung
wong Baline, Kala Rau ngaranya yan mengkana. Tan kawasa mabanten tumpeng. Mwah
yan anemu sasih Kesanga, rah 9 tenggek 9, tunggal kalawan sasih Kapitu, sigug
ya mengaba gering ngaran. Wenang mecaru wong Baline pabanten caru ika, nasi
cacahan maoran keladi, yan tan anuhut ring Bhatara ring Dalem yanya manurung,
moga ta sira kapereg denira Balagadabah".Artinya: Inilah petunjuk
Bhatara di Pura Dalem (tentang) kotornya hari (hari buruk) bagi manusia, semoga
tidak lupa, ingatlah. Bila tiba sasih Kapitu bertepatan dengan wuku Dungulan
dan Tilem, pada hari Galungan itu, tidak boleh merayakan Galungan, Kala Rau
namanya, bila demikian tidak dibenarkan menghaturkan sesajen yang berisi
tumpeng. Dan bila bertepatan dengan sasih Kasanga rah 9, tenggek 9 sama artinya
dengan sasih kapitu. Tidak baik itu, membawa penyakit adanya.Seyogyanya orang
mengadakan upacara caru yaitu sesajen caru, itu nasi cacahan dicampur ubi
keladi. Bila tidak mengikuti petunjuk Bhatara di Pura Dalam (maksudnya bila
melanggar) kalian akan diserbu oleh Balagadabah.
Demikianlah dua sumber pustaka
lontar yang berbahasa Jawa Kuna menjelaskan tentang Galungan Nara Mangsa. Dalam
lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Galungan Nara Mangsa disebutkan "Dewa
Mauneb bhuta turun" yang artinya, Dewa tertutup (tapi) Bhutakala
yang hadir. Ini berarti Galungan Nara Mangsa itu adalah Galungan raksasa,
pemakan daging manusia.Oleh karena itu pada hari Galungan Nara Mangsa tidak
dilangsungkan upacara Galungan sebagaimana mestinya terutama tidak menghaturkan
sesajen "tumpeng Galungan".Pada Galungan Nara Mangsa justru umat
dianjurkan menghaturkan caru, berupa nasi cacahan bercampur keladi.
2.6 Makna
Penjor dalam Perayaan Galungan
Hari raya Galungan disambut dengan suka cita dan rasa
gembira. Salah satu kemeriahan Galungan adalah denganpemasangan penjor yang
dipasang di halaman depan rumah. Penjor dibuat dari sebatang bambu yang dihiasi
dengan indah dari berbagai hiasan janur, bunga, daun-daunan, buah-buahan
seperti kelapa, padi, jagung, pisang serta umbi-umbian seperti ketela, talas,
ubi, dan lain-lain.Berjenis-jenis jajan-jajan, tebu termasuk selembar kain
warna putih.
Penjor ini memgandung makna nilai
spiritual dan memiliki arti seperti Sarin Tahun, Lambang Naga Ananta Bhoga, dan
Lambang Naga Basuki.Penjor yang dipasang pada hari raya Galunagan merupakan
satu persembahan bagi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi beliau
sebagai Bhatara Mahadewa yang diangga berkedudukan di Gunung Agung.Segala
perlengkapan dalam penjor itu merupakan lambang ucapan syukur atas anugerah
kemakmuran yang telah diberikan Beliau.
Dalam hal ini, penjor juga merupakan lambang Naga Anantha
Bogha sebagai simbolis tanah dan lambang naga Basuki sebagai simbolis
keselamatan.Jadi penjor dapat diartikan memberikan keselamatan dari penyakit
maupun penderitaan terhadap bumi dan segala isinya.
Pemasangan penjor pada Galungan Nadi (Purnama),
perlengkapannya sama dengan Galungan biasa. Sedangkan pada Galungan yang jatuh
pada Tilem, perlengkapannya ditambah dengan meletakkan lampu minyak kelapa di
bawah bagian penjor.
Demikianlah pada setiap hari raya Galungan umat Hindu
membuat suatu persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, kehadapan para
dewa, leluhur dengan membuat serangkaian upacara dengan sesajennya dari bahan
hasil-hasil bumi yang juga bermakna ucapan terima kasih atas anugerah dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa.
2.7 Galungan
di India
Hari raya Hindu untuk mengingatkan umat atas pertarungan
antara adharma melawan dharma dilaksanakan juga oleh umat Hindu di India.Bahkan
kemungkinan besar, parayaan hari raya Galungan di Indonesia mendapat inspirasi
atau direkonstruksi dari perayaan upacara Wijaya Dasami di India.Ini bisa
dilihat dari kata "Wijaya" (bahasa Sansekerta) yang bersinonim dengan
kata "Galungan" dalam bahasa Jawa Kuna.Kedua kata itu artinya
"menang".
Hari Raya Wijaya Dasami di India disebut pula "Hari
Raya Dasara".Inti perayaan Wijaya Dasami juga dilakukan sepuluh hari
seperti Galungan dan Kuningan. Sebelum puncak perayaan, selama sembilan malam
umat Hindu di sana melakukan upacara yang disebut Nawa Ratri (artinya sembilan
malam). Upacara Nawa Ratri itu dilakukan dengan upacara persembahyangan yang
sangat khusuk dipimpin oleh pendeta di rumah-rumah penduduk.Nawa Ratri lebih
menekankankan nilai-nilai spiritual sebagai dasar perjuangan melawan
adharma.Pada hari kesepuluh berulah dirayakan Wijaya Dasami atau Dasara.Wijaya
Dasami lebih menekankan pada rasa kebersamaan, kemeriahan dan kesemarakan untuk
masyarakat luas.
Perayaan Wijaya Dasami dirayakan dua kali setahun dengan
perhitungan tahun Surya.Perayaan dilakukan pada bulan Kartika (Oktober) dan
bulan Waisaka (April).Perayaan Dasara pada bulan Waisaka atau April disebut
pula Durgha Nawa Ratri.Durgha Nawa Ratri ini merupakan perayaan untuk
kemenangan dharma melawan adharma dengan ilustrasi cerita kemenangan Dewi Parwati
(Dewi Durgha) mengalahkan raksasa Durgha yang bersembunyi di dalam tubuh
Mahasura yaitu lembu raksasa yang amat sakti.Karena Dewi Parwati menang, maka
diberi julukan Dewi Durgha.Dewi Durgha di India dilukiskan seorang dewi yang
amat cantik menunggang singa.Selain itu diyakini sebagai dewi kasih sayang dan
amat sakti.Pengertian sakti di India adalah kuat, memiliki kemampuan yang
tinggi.Kasih sayang sesungguhnya kasaktian yang paling tinggi nilainya.Berbeda
dengan di Bali.Kata sakti sering diartikan sebagai kekuatan yang berkonotasi
angker, seram, sangat menakutkan.
Parayaan Durgha Nawa Ratri adalah perjuangan umat untuk
meraih kasih sayang Tuhan.Karunia berupa kasih sayang Tuhan adalah karunia yang
paling tinggi nilainya.Untuk melawan adharma pertama-tama capailah karunia
Tuhan berupa kasih sayang Tuhan.Kasih sayang Tuhanlah merupakan senjata yang
paling ampuh melawan adharma.
Sedangkan upacara Wijaya Dasami pada bulan Kartika (Oktober)
disebut Rama Nawa Ratri.Pada Rama Nawa Ratri pemujaan ditujukan pada Sri Rama
sebagai Awatara Wisnu.Selama sembilan malam umat mengadakan kegiatan keagamaan
yang lebih menekankan pada bobot spiritual untuk mendapatkan kemenangan rohani
dan menguasai, keganasan hawa nafsu.Pada hari kesepuluh atau hari Dasara, umat
merayakan Wijaya Dasami atau kemenangan hari kesepuluh.Pada hari ini, kota
menjadi ramai. Di mana-mana, orang menjual panah sebagai lambang
kenenangan.Umumnya umat membuat ogoh-ogoh berbentuk Rahwana, Kumbakarna atau
Surphanaka.Ogoh-ogoh besar dan tinggi itu diarak keliling beramai-ramai.Di
lapangan umum sudah disiapkan pementasan di mana sudah ada orang yang terpilih
untuk memperagakan tokoh Rama, Sita, Laksmana dan Anoman.Puncak dari atraksi
perjuangan dharma itu yakni Sri Rama melepaskan anak panah di atas panggung
yang telah dipersiapkan sebelumnya.Panah itu diatur sedemikian rupa sehingga
begitu ogoh-ogoh Rahwana kena panah Sri Rama, ogoh-ogoh itu langsung terbakar
dan masyarakat penontonpun bersorak-sorai gembira-ria.Orang yang memperagakan
diri sebagai Sri Rama, Dewi Sita, Laksmana dan Anoman mendapat penghormatan
luar biasa dari masyarakat Hindu yang menghadiri atraksi keagamaan
itu.Anak-anak ramai-ramai dibelikan panah-panahan untuk kebanggaan mereka
mengalahkan adharma.
Kalau kita simak makna hari raya Wijaya Dasami yang digelar
dua kali setahun yaitu pada bulan April (Waisaka) dan pada bulan Oktober
(Kartika) adalah dua perayaan yang bermakna untuk mendapatkan kasih sayang
Tuhan.Kasih sayang itulah suatu "sakti" atau kekuatan manusia yang
maha dahsyat untuk mengalahkan adharma.Sedangkan pada bulan Oktober atau
Kartika pemujaan ditujukan pada Sri Rama.Sri Rama adalah Awatara Wisnu sebagai
dewa Pengayoman atau pelindung dharma.Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan
filosofi dari hari raya Wijaya Dasami adalah mendapatkan kasih sayang dan
perlindungan Tuhan.Kasih sayang dan perlindungan itulah merupakan kekuatan yang
harus dicapai oleh menusia untuk memenangkan dharma.Kemenangan dharma adalah
terjaminnya kehidupan yang bahagia lahir batin.
Kemenangan lahir batin atau dharma menundukkan adharma
adalah suatu kebutuhan hidup sehari-hari.Kalau kebutuhan rohani seperti itu
dapat kita wujudkan setiap saat maka hidup yang seperti itulah hidup yang
didambakan oleh setiap orang.Agar orang tidak sampai lupa maka setiap Budha Kliwon
Dungulan, umat diingatkan melalui hari raya Galungan yang berdemensi ritual dan
spiritual.(Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni)
Langganan:
Postingan (Atom)